Wednesday, August 14, 2013

Idealisme Dalam Pendidikan


Kumpulan Tugas Makalah Presentasi


Bagi para sahabat yang ingin atau membutuhkan makalah dalam blog ini  yang berjudul Idealime Dalam Pendidikan. kini saya sudah membuat dan menyusun makalah tersebut di bawah ini. saya berharap makalah ini bisa berguna bagi saudara.....


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sikap terhadap nilai dapat diidentifikasikan melalui pernyataan, bahwa nilai hanya nyata di dalam dan bagi setiap yang merasakannya. Nilai sesungguhnya bukanlah kesatuan/keadaan (entities) atau kehidupan seperti halnya kebenaran atau kebaikan. Kebenaran konkrit sesuatu yang dirasakan menjadi indah, yang memuaskan kebaikan bagi dirinya sendiri.
Individualitas adalah kedua-dunya, yaitu tempat dan ukuran nilai. Dalam hal ini juga kita akan membahas pendidikan yang memiliki tujuan dan sifat yang membangun rasa berpendidikan yang baik. Dan berbagai hal pandangan lainnya tentang Idealisme dalam pendidikan.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimasud dengan metafisika idealisme?
2.      Apa yang dimaksud dengan logika idealisme?
3.      Apa yang dimaksud denga nilai etika?
4.      Apa yang dimaksud dengan nilai estetika?
5.      Apa yang dimaksud dengan nilai agama?
6.      Apa yang dimaksud denga nilai sosial?
7.      Apa yang dimasksud dengan pendidikan sebagai suatu lembaga sosial?








C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui metafisika idealisme?
2.      Untuk mengetahui dengan logika idealisme?
3.      Untuk mengetahui denga nilai etika?
4.      Untuk mengetahui dengan nilai estetika?
5.      Untuk mengetahui dengan nilai agama?
6.      Untuk mengetahui denga nilai sosial?
7.      Untuk mengetahui dengan pendidikan sebagai suatu lembaga sosial?






















BAB II

A.    Wujud Metafisika Idealisme

Yang tergolong penganut idealisme adalah Plato, tradisi Kristen dalam agama, Rene Descartes, Baruch Spinoza,  Leibniz, Immanuel Kant, Hegel, beberapa penganut idealisme dewasa ini di Inggris seperti: George Moore, Bertrand, Russel, Alfred Ayer, dan beberapa tokoh lainnya. Di Amerika: Bernard Bosanquet, John Elof Boodin.
Apabila konsep metafisika idealisme hendak disintesekan, maka paling sedikit 5 butir rangkuman berikut disajikan:
1.      Diri merupakan realitas pokok dari pengalaman individual.
2.      Kenyataan yang paling mendasar adalah suatu diri.
3.      Kenyataan yang paling mendasar merupakan seorang diri suatu masyarakat dari kedirian, atau diri universal di dalamnya banyak diri-diri individual.
4.      Buruk bukanlah eksistensi nilai yang nyata, melainkan menindakkan nilai.
5.      Diri individual memiliki semua kebebasan yang esensial terhadap determinasi diri (self-determination).

1.      Plato (428-348 SM)

Sebapak idealisme yang pertama dalam konsep teori pendidikannya menyatakan bahwa, roh atau jiwa memiliki tiga kemampuan bertindak yaitu:
a.       Akal sebagai motive terhadap semua pengetahuan.
b.      Spirit (semangat, keberanian) sebagai daya melaksanakan keputusan akal dan budi.
c.       Nafsu sebagai daya keinginan yang dihubungkan dengan fungsi-fungsi jasmaniah. Seseorang individu tidak dapat dipisahkan dari berfikir ia juga sebagai anggota masyarakat dari pemikir potensial.
Bentuk fisik ketika hadir di dalam diri kita berupa ide yang mendasar terhadap objek fisik, juga mengingatkan kita kepada adanya ide-ide mutlak yang telah menjadi pengetahuan siap dari dunia lain. Kita mengingat pengetahuan absolute sebelumnya, yang telah kian kita miliki eksistensi yang mendahului, sebelum dibentuk dalam bentuk kemanusiaan.
Dari segi teori pendidikan Plato menganjurkan bahwa: setiap orang yang di asuh sejak lahir sampai pada masa yang mudah dipengaruhi latihan mental, merupakan periodeatensi jiwa.

B.     Logika Idealisme

Oleh karena akal adalah kenyataan pokok, dan oleh karena interpretasi persepsi kita dan menyatukan ide-ide, adalah metode pengetahuan, maka penganut idealis memandang sungguh penting untuk menguasai ilmu logika formal. Logika formal adalah alat di dalam hal berfikir yang memerika pernyataan yang terpadu dan untuk kesahihannya (Validitas) mempelajari syarat-syarat umum yang berlaku yang merupakan hokum-hukum berpikir di dalam metoda berpikir deduktif.
Dalam hal ini kita perlu bedakan antara pengrtian kebenaran dan validitas. Sesuatu keputusan akal adalah benar, apabila ia mengungkapkan fakta-fakta sebagaimana adanya. Sedangkan keputusan akal adalah sehih (validitas) apabila ia ditetapkan dengan adanya evidensi atau alasan yang cukup untuk mendukungnya. Untuk menitik beratkan hubungan yang harmonis, maka penganut idealis meliput induksi sebagaimana juga deduktif. Oleh Karen induksi adalah suatu alat yang menghubungkan dengan alam dan masyarakat yang menghasilkan material.


C.    Nilai Etika

Glifford mengatakan prinsip Immanuel Kant, bahwa dia “mengembangkan ungkapan yang sungguh penting mengenai perfeksionisme masih mememberi arti dalam dunia modern”, yang dapat mewakinli kekhasan idealis tentang nilai-nilai moral yang di dalam dirinya berakar dalam eksistensi. Kedua hal ini adalah (1) pribadi dan (2) kewajiban moral.
1.      Manusia individual adalah pribadi, kodratnya melebihi benda individual atau organisme individual. Kodrat ini adalah jiwa, kepribadian, rohaniah. Dengan demikian dia mempunyai potensi-potensi yang jauh lebih tinggi dalam kualitas dan martabat dari pada bentuk-bentuk eksistensi individual lainnya. Oleh karenanya individual harus selalu selaras dengan fakta bahwa pribadi adalah tujuan.
2.      Pada setiap orang terdapat wajib berbuat baik yang menjadi tabiat atau pembawaan, sebanyak bagian dari kodratnya seperti: pengamatan, persepsi, dan pikiran. Seperti halnya jiwa sedemikian terbentuk untuk menghubungkan pengamatan dalam ruangan dan waktu, demikianlah juga terentuk untuk melihat kewajiban sebagai tuntutan perilaku. Kategori-kategori tertentu adalah dasar dalam pembentukan akal seperti kategori pengetahuan yang telah dilakukan sebelumnya.
Sebagai tambahan terhadap kedua nilai ini yang nyata dalam kehadiran pengalaman individual dan sosial, terdapat setidak-tidaknya empat nilai lainnya yang di antisipasikan dan diwujudkan secara ideal oleh manusia, yatiu:
a.       Taat pada hukum-hukum moral universal
b.      Itikad baik
c.       Masyarakat sebagai tujuan, dan
d.      Keabadian

D.    Nilai Estetika

Kalau kant kesohor dalam dunia etika, maka Atrhur Schopenhauer kesohor dalam estetika yang dapat mewakili mewakili bukunya “the world as will and ideal” yang menyatakan bahwa seni adalah bunga kehidupan oleh karena seni itu adalah tingkat pengalaman manusia yang setiap orang dapat membangkitkan dan di dalamnya terdapat pembebasan temporer dari individualitas.
Kalau J. A Leighton menemukan individualitas menjadi masalah kehidupan dari pada besarnya nilai, maka bagi Schopenhauer kerisauan yang pokok dengan dunianya yaitu pecah kerisauan tiu dalam terhadap individual apa yang disebut individuasi. Menjadi manusia individual berarti baginya keinginan perjuangan, kejaran memperhatikan penderiataan, kepuasan temporer tanpa ragu dengan kejenuhan dan kebosanan, kemudian mengembanlikannya kepada perjuangan dan kejaran kembali. Apabila ia berpikir, seorang individual hanya dapat menghancurkan bentuk benda-benda yang merupakan petanda dirinya sebagai individual dan ia dapat membebaskan dari tempat individualitasnya ini sehingga secara tetap terjadi perputaran dari keinginan ke puasan temporer, ke kebosanan kembali lagi. Inilah yang disebut dengan bunga kehidupan itu.
Kita lihat seni visual itu sendiri, lukisan dan pahatan dalam berbagai jenis. Ketika kita memiliki pengalaman mengenai menikmati keindahan apakah itu dalam pertimbangan karyanya atau dalam penciptaannya apapun itu pendeknya terdapat dua nilai penting yang kita miliki yaitu:
1.      Pengetahuan mengenai obyek, dan
2.      Ekstensi bagi suatu momen yang dapat menerima kesan-kesan dari pada ide-ide yang berada dibalik dunia fenomena.


E.     Nilai Agama

William E. Hocking melalaui bukunya: “The Meaning of god in Human Experience”, mejalin keakraban hubungan antara axiology dengan agama di dalam dua hal penegasan, yaitu:
1.      Bahwa agama adalah masalah ide-ide sebagaimana adanya dari perasaan dan bahwa akar ide-ide di dalam agama di ikat untuk membentuk suatu criteria yang meruapakan pertimbangan dari kehidupan. Sudah barang tentu, yang paling sentral dari ide-ide adalah ide mengenai Tuhan  jadi kita memiliki suatu ide-Tuhan.
2.      Bahwa kita tidak dapat membuta atas penerimaan hiburan keenakan dan insprasi agama pada dasar perasaaan semata-mata. Harus ada sesuatu pemikiran metafisis untuk memperoleh perasaaan demikian. Ide-Tuhan ini adalah yang paling dapat digunakan dari segala ide-ide, bukan sebagai obyek pemikiran, melainkan sebagai fungsi dari pemikiran kita. Oleh karenanya dia akan menjadi penentuan utama dari tingkat nilai dari suatu kesadaran pribadi. Dengan demikian bagi seorang pribadi yang beragama setidak-tidaknya  konsepsi mengenai Tuhan adalah sebagai poros dari segala pengalaman nilai, dan dari padanyalah segala nilai bersumer.
Kalau kedua kekhasan nilai agama ini merupakan hal yang unggul maka dari padanya dijabarkan 8 nilai-nilai lainnya yang berikut:
a.       Nilai sentral
b.      Nilai keagamaan
c.       Transformasi
d.      Pengalaman keagamaan
e.       Pengalaman kesuksesan pastoral
f.       Nilai yang muncul dalam pengalaman beragama
g.      Nilai yang lain
h.      Nilai umum keagamaan


F.     Nilai Sosial

Prisip nilai sosial yang menyeluruh yang dianut idealisme adalah hubungan bagian seluruh (Hegel). Masyarakat bukanlah kumpulan individu-individu melainkan suatu organism yang di dalamnya setiap individu berpastisipasi. Kedirian individual bukanlah suatu yang tumbuh terisolasi pada alamnya telah diberikan sejak lahir melalui proses sosial dan baru jadi perwujudan diri sendiri hanya dalam hubungannya dengan masyarakat sebagai media asuhan dan perkembangan. Bukanlah berarti bahwa setiap individual merupakan sub-ordinasi dari Negara dan budaya nasional, meskipun Gentile berafilasi dengan rejim Fassisme di Italia, yang menjadikan setiap individu seluruhnya takluk kepada Negara dan kebudayaan nasional.
Bagi kebanyakan idealis, setiap individu bukan hanya mewujudkan kesediaan di dalam masyarakat, akan tetapi akan sekaligus bagi individu maupun masyarakat adalah kedua-duanya tujuan. Kalau setiap individu mengembangkan perwujudan diri (self-realization) yang semakin bertambah, maka masyarakat menyediakan matrix dari proses ini menjadi keharusan. Di sisi lain, kemajuan masyarakat bersumber dari dalam suatu proses perwujudan kebaikan masyarakat.
Dengan prinsip nilai sosial yang bertumpu pada hubungan bagian seluruh, maka dia member pedoman pada teori sosial yang terdiri dari acuan karya yang  luas yaitu adanya tempat bagi setiap individu, kelompok, lembaga, dan dari apa saja jenisnya, yang berterima dan tepat tanpa mengurangi kesejahteraan dari keseluruhan.
INDIVIDU
MASYARAKAT
Kepala
Dada
Perut
Filsuf
Tentera
Rakyat
Akal-berpikir
Berkemauan
Nafsu
Otak- masyarakat berpikir
Dada- masyarakat berkemauan (berani)
Perut- masyarakat bernafsu

Teori nilai ini, apabila leibh konkrit dapat diterjemahkan atas tiga prinsip organisasi sosial dengan penerapannya secara praktis pada masyarakat setempat. Prinsip demikian ialah sebagai berikut:
1.      Prinsip perwakilan
2.      Prinsip koordinasi
3.      Prinsip perencanaan


G.    Pendidikan Sebagai Suatu Lembaga Sosial

Apabila idealisme berrasionalisasi untuk eksistensi sekolah, maka kedudukannya harus bertentangan secara asasi dengan pandangan Naturalisme. Pendidikan harus berkeadaan sebagai lembaga masyarakat manusia. Aliran gerakan idealis dari abad ke-19 kekhasannya adalah memuja kebudayaan manusia dan lembaga manusiawi.
Selain dari pada itu terdapat juga aspek institusional dari pada pendidikan:
1.      Kaum idealis memandang bahwa sekolah adalah lembaga sosial.
2.      Sewaktu-waktu peranan sekolah yang intelektual adalah basis bagi penganut idealis.
Akan tetapi segala lembaga-lembaga manusiawi tidak berkedudukan seimbang antara masa kini dan masa depan sekolah ketika melakukan tugasnya. Kehidupan manusia tetap mengalir di dalamnya. Lingkungan sekitar tidaklah ada harganya dalam ukuran luas dan melacak perubahan apa yang lebih baik. Apakah ada institusi lain selain dari pada sekolah yang menyediakan lingkungan sekitar demikian yang akan mentrasisi nilai-nilai, bila tidak dapat dikatakan menstraformasi nilai-nilai yang mengaitkan pendangan dan usaha.









BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Akal dapat memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan, dan dapat menggantikannya untuk keyakinan dalam bentuk citra (bayagan) keindahan, kebenaran, dan kebaikan spirit dapat dukungan bebas dari akal dan nafsu, takluk atas aturannya. Dari segi metafisika plato berpandangan bahwa ide bagi penggolongan sesuatu adalah bahwa setiap anggotanya menyatakan hal yang umum dengan segala yang lainnya dan segala sesuatu di luar penggolongan ini akan gagal untuk mengungkapkannya.
Dalam teori plato juga mengatakan bahwa manusia itu di asuh sejak lahir sampai pada masa yang mudah dan dipengaruhi oleh latihan mental yang merupakan periodeatensi jiwa.


B.     Saran
Adapun saran yang kami tuangkan dalam isi makalah kami, yaitu: bahwasanya isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran saudara yang membaca makalah ini agar dapat menjadi pedoman di masa yang akan datang.











DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment

Poskan Komentar Anda Di Sini!!