Kumpulan Tugas Makalah Presentasi
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sikap
terhadap nilai dapat diidentifikasikan melalui pernyataan, bahwa nilai hanya
nyata di dalam dan bagi setiap yang merasakannya. Nilai sesungguhnya bukanlah
kesatuan/keadaan (entities) atau kehidupan seperti halnya kebenaran atau
kebaikan. Kebenaran konkrit sesuatu yang dirasakan menjadi indah, yang
memuaskan kebaikan bagi dirinya sendiri.
Individualitas
adalah kedua-dunya, yaitu tempat dan ukuran nilai. Dalam hal ini juga kita akan
membahas pendidikan yang memiliki tujuan dan sifat yang membangun rasa
berpendidikan yang baik. Dan berbagai hal pandangan lainnya tentang Idealisme
dalam pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimasud dengan metafisika idealisme?
2. Apa
yang dimaksud dengan logika idealisme?
3. Apa
yang dimaksud denga nilai etika?
4. Apa
yang dimaksud dengan nilai estetika?
5. Apa
yang dimaksud dengan nilai agama?
6. Apa
yang dimaksud denga nilai sosial?
7. Apa
yang dimasksud dengan pendidikan sebagai suatu lembaga sosial?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui metafisika idealisme?
2. Untuk
mengetahui dengan logika idealisme?
3. Untuk
mengetahui denga nilai etika?
4. Untuk
mengetahui dengan nilai estetika?
5. Untuk
mengetahui dengan nilai agama?
6. Untuk
mengetahui denga nilai sosial?
7. Untuk
mengetahui dengan pendidikan sebagai suatu lembaga sosial?
BAB
II
A.
Wujud
Metafisika Idealisme
Yang
tergolong penganut idealisme adalah Plato, tradisi Kristen dalam agama, Rene Descartes,
Baruch Spinoza, Leibniz, Immanuel Kant,
Hegel, beberapa penganut idealisme dewasa ini di Inggris seperti: George Moore,
Bertrand, Russel, Alfred Ayer, dan beberapa tokoh lainnya. Di Amerika: Bernard
Bosanquet, John Elof Boodin.
Apabila
konsep metafisika idealisme hendak disintesekan, maka paling sedikit 5 butir
rangkuman berikut disajikan:
1. Diri
merupakan realitas pokok dari pengalaman individual.
2. Kenyataan
yang paling mendasar adalah suatu diri.
3. Kenyataan
yang paling mendasar merupakan seorang diri suatu masyarakat dari kedirian,
atau diri universal di dalamnya banyak diri-diri individual.
4. Buruk
bukanlah eksistensi nilai yang nyata, melainkan menindakkan nilai.
5. Diri
individual memiliki semua kebebasan yang esensial terhadap determinasi diri
(self-determination).
1.
Plato
(428-348 SM)
Sebapak
idealisme yang pertama dalam konsep teori pendidikannya menyatakan bahwa, roh
atau jiwa memiliki tiga kemampuan bertindak yaitu:
a. Akal
sebagai motive terhadap semua pengetahuan.
b. Spirit
(semangat, keberanian) sebagai daya melaksanakan keputusan akal dan budi.
c. Nafsu
sebagai daya keinginan yang dihubungkan dengan fungsi-fungsi jasmaniah.
Seseorang individu tidak dapat dipisahkan dari berfikir ia juga sebagai anggota
masyarakat dari pemikir potensial.
Bentuk fisik ketika hadir di dalam diri
kita berupa ide yang mendasar terhadap objek fisik, juga mengingatkan kita
kepada adanya ide-ide mutlak yang telah menjadi pengetahuan siap dari dunia
lain. Kita mengingat pengetahuan absolute sebelumnya, yang telah kian kita
miliki eksistensi yang mendahului, sebelum dibentuk dalam bentuk kemanusiaan.
Dari segi teori pendidikan Plato
menganjurkan bahwa: setiap orang yang di asuh sejak lahir sampai pada masa yang
mudah dipengaruhi latihan mental, merupakan periodeatensi jiwa.
B.
Logika
Idealisme
Oleh
karena akal adalah kenyataan pokok, dan oleh karena interpretasi persepsi kita
dan menyatukan ide-ide, adalah metode pengetahuan, maka penganut idealis
memandang sungguh penting untuk menguasai ilmu logika formal. Logika formal
adalah alat di dalam hal berfikir yang memerika pernyataan yang terpadu dan
untuk kesahihannya (Validitas) mempelajari syarat-syarat umum yang berlaku yang
merupakan hokum-hukum berpikir di dalam metoda berpikir deduktif.
Dalam
hal ini kita perlu bedakan antara pengrtian kebenaran dan validitas. Sesuatu
keputusan akal adalah benar, apabila ia mengungkapkan fakta-fakta sebagaimana
adanya. Sedangkan keputusan akal adalah sehih (validitas) apabila ia ditetapkan
dengan adanya evidensi atau alasan yang cukup untuk mendukungnya. Untuk menitik
beratkan hubungan yang harmonis, maka penganut idealis meliput induksi
sebagaimana juga deduktif. Oleh Karen induksi adalah suatu alat yang
menghubungkan dengan alam dan masyarakat yang menghasilkan material.
C. Nilai Etika
Glifford
mengatakan prinsip Immanuel Kant, bahwa dia “mengembangkan ungkapan yang
sungguh penting mengenai perfeksionisme masih mememberi arti dalam dunia
modern”, yang dapat mewakinli kekhasan idealis tentang nilai-nilai moral yang
di dalam dirinya berakar dalam eksistensi. Kedua hal ini adalah (1) pribadi dan
(2) kewajiban moral.
1. Manusia
individual adalah pribadi, kodratnya melebihi benda individual atau organisme
individual. Kodrat ini adalah jiwa, kepribadian, rohaniah. Dengan demikian dia
mempunyai potensi-potensi yang jauh lebih tinggi dalam kualitas dan martabat
dari pada bentuk-bentuk eksistensi individual lainnya. Oleh karenanya
individual harus selalu selaras dengan fakta bahwa pribadi adalah tujuan.
2. Pada
setiap orang terdapat wajib berbuat baik yang menjadi tabiat atau pembawaan,
sebanyak bagian dari kodratnya seperti: pengamatan, persepsi, dan pikiran.
Seperti halnya jiwa sedemikian terbentuk untuk menghubungkan pengamatan dalam
ruangan dan waktu, demikianlah juga terentuk untuk melihat kewajiban sebagai
tuntutan perilaku. Kategori-kategori tertentu adalah dasar dalam pembentukan
akal seperti kategori pengetahuan yang telah dilakukan sebelumnya.
Sebagai tambahan terhadap kedua nilai ini yang nyata
dalam kehadiran pengalaman individual dan sosial, terdapat setidak-tidaknya
empat nilai lainnya yang di antisipasikan dan diwujudkan secara ideal oleh
manusia, yatiu:
a. Taat
pada hukum-hukum moral universal
b. Itikad
baik
c. Masyarakat
sebagai tujuan, dan
d. Keabadian
D.
Nilai
Estetika
Kalau
kant kesohor dalam dunia etika, maka Atrhur Schopenhauer kesohor dalam estetika
yang dapat mewakili mewakili bukunya “the world as will and ideal” yang
menyatakan bahwa seni adalah bunga kehidupan oleh karena seni itu adalah
tingkat pengalaman manusia yang setiap orang dapat membangkitkan dan di
dalamnya terdapat pembebasan temporer dari individualitas.
Kalau
J. A Leighton menemukan individualitas menjadi masalah kehidupan dari pada
besarnya nilai, maka bagi Schopenhauer kerisauan yang pokok dengan dunianya
yaitu pecah kerisauan tiu dalam terhadap individual apa yang disebut individuasi.
Menjadi manusia individual berarti baginya keinginan perjuangan, kejaran
memperhatikan penderiataan, kepuasan temporer tanpa ragu dengan kejenuhan dan
kebosanan, kemudian mengembanlikannya kepada perjuangan dan kejaran kembali.
Apabila ia berpikir, seorang individual hanya dapat menghancurkan bentuk
benda-benda yang merupakan petanda dirinya sebagai individual dan ia dapat membebaskan
dari tempat individualitasnya ini sehingga secara tetap terjadi perputaran dari
keinginan ke puasan temporer, ke kebosanan kembali lagi. Inilah yang disebut
dengan bunga kehidupan itu.
Kita
lihat seni visual itu sendiri, lukisan dan pahatan dalam berbagai jenis. Ketika
kita memiliki pengalaman mengenai menikmati keindahan apakah itu dalam
pertimbangan karyanya atau dalam penciptaannya apapun itu pendeknya terdapat
dua nilai penting yang kita miliki yaitu:
1. Pengetahuan
mengenai obyek, dan
2. Ekstensi
bagi suatu momen yang dapat menerima kesan-kesan dari pada ide-ide yang berada
dibalik dunia fenomena.
E.
Nilai
Agama
William
E. Hocking melalaui bukunya: “The Meaning of god in Human Experience”, mejalin
keakraban hubungan antara axiology dengan agama di dalam dua hal penegasan,
yaitu:
1. Bahwa
agama adalah masalah ide-ide sebagaimana adanya dari perasaan dan bahwa akar
ide-ide di dalam agama di ikat untuk membentuk suatu criteria yang meruapakan
pertimbangan dari kehidupan. Sudah barang tentu, yang paling sentral dari
ide-ide adalah ide mengenai Tuhan jadi
kita memiliki suatu ide-Tuhan.
2. Bahwa
kita tidak dapat membuta atas penerimaan hiburan keenakan dan insprasi agama
pada dasar perasaaan semata-mata. Harus ada sesuatu pemikiran metafisis untuk
memperoleh perasaaan demikian. Ide-Tuhan ini adalah yang paling dapat digunakan
dari segala ide-ide, bukan sebagai obyek pemikiran, melainkan sebagai fungsi
dari pemikiran kita. Oleh karenanya dia akan menjadi penentuan utama dari
tingkat nilai dari suatu kesadaran pribadi. Dengan demikian bagi seorang
pribadi yang beragama setidak-tidaknya konsepsi mengenai Tuhan adalah sebagai poros
dari segala pengalaman nilai, dan dari padanyalah segala nilai bersumer.
Kalau kedua kekhasan nilai agama ini
merupakan hal yang unggul maka dari padanya dijabarkan 8 nilai-nilai lainnya
yang berikut:
a. Nilai
sentral
b. Nilai
keagamaan
c. Transformasi
d. Pengalaman
keagamaan
e. Pengalaman
kesuksesan pastoral
f. Nilai
yang muncul dalam pengalaman beragama
g. Nilai
yang lain
h. Nilai
umum keagamaan
F.
Nilai
Sosial
Prisip
nilai sosial yang menyeluruh yang dianut idealisme adalah hubungan bagian
seluruh (Hegel). Masyarakat bukanlah kumpulan individu-individu melainkan suatu
organism yang di dalamnya setiap individu berpastisipasi. Kedirian individual
bukanlah suatu yang tumbuh terisolasi pada alamnya telah diberikan sejak lahir
melalui proses sosial dan baru jadi perwujudan diri sendiri hanya dalam
hubungannya dengan masyarakat sebagai media asuhan dan perkembangan. Bukanlah
berarti bahwa setiap individual merupakan sub-ordinasi dari Negara dan budaya
nasional, meskipun Gentile berafilasi dengan rejim Fassisme di Italia, yang
menjadikan setiap individu seluruhnya takluk kepada Negara dan kebudayaan
nasional.
Bagi
kebanyakan idealis, setiap individu bukan hanya mewujudkan kesediaan di dalam
masyarakat, akan tetapi akan sekaligus bagi individu maupun masyarakat adalah
kedua-duanya tujuan. Kalau setiap individu mengembangkan perwujudan diri
(self-realization) yang semakin bertambah, maka masyarakat menyediakan matrix
dari proses ini menjadi keharusan. Di sisi lain, kemajuan masyarakat bersumber
dari dalam suatu proses perwujudan kebaikan masyarakat.
Dengan
prinsip nilai sosial yang bertumpu pada hubungan bagian seluruh, maka dia
member pedoman pada teori sosial yang terdiri dari acuan karya yang luas yaitu adanya tempat bagi setiap
individu, kelompok, lembaga, dan dari apa saja jenisnya, yang berterima dan
tepat tanpa mengurangi kesejahteraan dari keseluruhan.
INDIVIDU
|
MASYARAKAT
|
||||
Kepala
|
Dada
|
Perut
|
Filsuf
|
Tentera
|
Rakyat
|
Akal-berpikir
|
Berkemauan
|
Nafsu
|
Otak- masyarakat
berpikir
|
Dada- masyarakat
berkemauan (berani)
|
Perut- masyarakat
bernafsu
|
Teori
nilai ini, apabila leibh konkrit dapat diterjemahkan atas tiga prinsip
organisasi sosial dengan penerapannya secara praktis pada masyarakat setempat.
Prinsip demikian ialah sebagai berikut:
1. Prinsip
perwakilan
2. Prinsip
koordinasi
3. Prinsip
perencanaan
G.
Pendidikan
Sebagai Suatu Lembaga Sosial
Apabila
idealisme berrasionalisasi untuk eksistensi sekolah, maka kedudukannya harus
bertentangan secara asasi dengan pandangan Naturalisme. Pendidikan harus
berkeadaan sebagai lembaga masyarakat manusia. Aliran gerakan idealis dari abad
ke-19 kekhasannya adalah memuja kebudayaan manusia dan lembaga manusiawi.
Selain
dari pada itu terdapat juga aspek institusional dari pada pendidikan:
1. Kaum
idealis memandang bahwa sekolah adalah lembaga sosial.
2. Sewaktu-waktu
peranan sekolah yang intelektual adalah basis bagi penganut idealis.
Akan tetapi segala lembaga-lembaga
manusiawi tidak berkedudukan seimbang antara masa kini dan masa depan sekolah
ketika melakukan tugasnya. Kehidupan manusia tetap mengalir di dalamnya.
Lingkungan sekitar tidaklah ada harganya dalam ukuran luas dan melacak
perubahan apa yang lebih baik. Apakah ada institusi lain selain dari pada
sekolah yang menyediakan lingkungan sekitar demikian yang akan mentrasisi
nilai-nilai, bila tidak dapat dikatakan menstraformasi nilai-nilai yang
mengaitkan pendangan dan usaha.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akal
dapat memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan, dan dapat menggantikannya untuk
keyakinan dalam bentuk citra (bayagan) keindahan, kebenaran, dan kebaikan
spirit dapat dukungan bebas dari akal dan nafsu, takluk atas aturannya. Dari
segi metafisika plato berpandangan bahwa ide bagi penggolongan sesuatu adalah
bahwa setiap anggotanya menyatakan hal yang umum dengan segala yang lainnya dan
segala sesuatu di luar penggolongan ini akan gagal untuk mengungkapkannya.
Dalam
teori plato juga mengatakan bahwa manusia itu di asuh sejak lahir sampai pada
masa yang mudah dan dipengaruhi oleh latihan mental yang merupakan
periodeatensi jiwa.
B.
Saran
Adapun
saran yang kami tuangkan dalam isi makalah kami, yaitu: bahwasanya isi makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami sangat mengharapkan kritik dan
saran saudara yang membaca makalah ini agar dapat menjadi pedoman di masa yang
akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment
Poskan Komentar Anda Di Sini!!